Selasa, 22 November 2016

MAKALAH TENTANG SHIGELLOSIS



BAB I
PENDAHULUAN
1.1.   Latar Belakang
       Shigellosis atau disentri basiler tergolong penyakit menular yang merupakan salah satu penyebab kesakitan dan kematian terutama pada anak usia di bawah 5 tahun khususnya di negara berkembang. Penyebab terjadinya penyakit ini adalah bakteri Shigella spp. Shigella adalah bakteri entenik patogen yang dominan sebagai kausa diare bersama-sama dengan Salmonella dan Vibrio cholerae. Kasus ini paling sering terjadi di lingkungan dengan sanitasi dan hygiene yang buruk, ketersediaan sumber air bersih yang kurang, kemiskinan, dan pendidikan rendah. Penyakit pada anak-anak ini dapat memberikan dampak merugikan terhadap status gizi anak. Shigellosis memberikan efek negative terhadap status gizi akibat penurunan asupan nutrisi dan absorpsi usus, peningkatan katabolisme dan pemecahan nutrient yang digunakan untuk sintesis jaringan dan pertumbuhan. Sementara malnutrisi dapat menjadi predisposisi terhadap terjadinya infeksi akibat penurunan kemampuan barrier proteksi kulit dan mukosa, serta perubahan fungsi respon imun. Keadaan ini seringkali mengakibatkan penurunan energi disertai defisiensi mikronutrien.
       Survei Kesehatan Nasional yang dilakukan oleh Departemen Kesehatan Republik Indonesia pada tahun 2001 menunjukkan bahwa sekitar 9,4% kematian pada bayi dan 13,2% kematian pada anak usia 1-4 tahun adalah akibat infeksi diare. Shigella spp. merupakan penyebab infeksi diare yang dominan untuk negara berkembang. Setiap tahun, diperkirakan ada sekitar 164,7 juta kasus infeksi diare yang disebabkan oleh kuman Shigella, dan 163,2 juta di antaranya terjadi di negara berkembang.
       Laporan epidemiologi menunjukkan bahwa 600.000 dari 140 juta pasien shigellosis meninggal setiap tahun di seluruh dunia. Data di Indonesia memperlihatkan 29% kematian diare terjadi pada umur 1 sampai 4 tahun disebabkan oleh Disentri basiler. Laporan dari di Amerika Serikat memperkirakan sebanyak 6000 dari 450.000 kasus diare per tahun dirawat di rumah sakit,di Inggris 20.000-50.000 kasus per tahun, sedangkan di Mediterania Timur dilaporkan kematian ± 40.000 kasus (rata rata case fatality rate 4%).
1.2.   Tujuan
       Berdasarkan materi bahasan tentang “Penyakit Shigellosis” sehingga tujuan penulisan makalah terbagi atas 2, yaitu tujuan umum dan tujuan khusus. Adapun tujuan umum, yaitu memenuhi tanggungjawab sebagai mahasiswa Semester 4 Fakultas Kesehatan Masyarakat untuk mengerjakan tugas dari dosen yang bersangkutan pada mata kuliah Program Pemberantasan Penyakit Menular.       Sedangkan tujuan khusus, yaitu :
1.      Untuk mengetahui dan memahami apa yang dimaksud dengan shigellosis serta karakteristiknya,
2.      Untuk mengetahui dan memahami bagaimana rantai penularan shigellosis,
3.      Untuk mengetahui dan memahami bagaimana usaha pengendalian shigellosis,
4.      Untuk mengetahui dan memahami bagaimana usaha pencegahan shigellosis, dan
5.      Untuk mengetahui dan memahami bagaimana usaha pemberantasan shigellosis.




















BAB II
PEMBAHASAN
2.1.   Shigellosis dan Karakteristiknya
       Shigellosis atau basiler disentri merupakan penyakit infeksi bakteri akut yang menyerang usus besar dengan gejala klinis seperti diare, demam, mual kadang-kadang muntah, mules serta sakit perut dan pada tinja penderita dijumpai ada darah, lender dan nanah. Masa inkubasi berkisar antara 1-7 hari (biasanya sekitar 1-3 hari) setelah eksposur. Gejala biasanya berlanjut selama 4-7 hari tetapi adakalanya lebih lama. Konfirmasi diagnosis, dengan ditemukannya bakteri Shigella pada sediaan yang berasal dari pus atau tinja penderita. Komplikasi shigelosis berat menjadi fatal adalah perforasi usus, megakolon toksik, prolapses rekti, kejang, anemia septik, sindrom hemolitik uremia, dan hiponatremi. Penyakit ini ditularkan melalui rute fekal-oral dengan masa inkubasi 1 - 7 hari, Untuk terjadinya penularan tersebut diperlukan dosis minimal penularan 200 bakteri shigella. Berdasarkan aspek biokimia dan serologi, Shigella spp di bagi atas dari 4 spesies, yaitu S.dysenteriae (serogroup A), S.flexneri(serogroup B), S.boydi (serogroup C), dan S.sonnei(serogroup D). Dari keempat spesies tersebut, S.dysenteriaesero tipe 1 (diketahui sebagai Shiga bacillus) dapat menyebabkan penyakit yang bera dan dapat menyebar cepat sehingga terjadi epidemi. Penyebaran masing-masing spesies ini sangat bervariasi di seluruh dunia; sebagai contoh di Amerika Serikat, shigellosis lebih sering disebabkan oleh S.sonnei(60-80%) dan S.flexneri.
       Distribusi geografis dan prevalensi penyakit ini tersebar dan terdapat di seluruh dunia, berupa penyakit endemis menyerang pada daerah yang beriklim tropis dan subtropis. Adapun riwayat penyakit dari shigellosis, yaitu :
1.      Agent Penyakit :
a. Bakteri Group A Shigella dysentriae
b. Bakteri Group B Shigella flexneri
c. Bakteri Group C Shigella boydii
d. Bakteri Group D Shigella sonnei
2.      Reservior Infeksi : Manusia
3.      Faktor Host
Tidak ada hal yang spesifik kecuali angka prevalensi rate cukup tinggi pada penghuni atau pasien di Rumah Sakit Jiwa, para pelaut atau para penghuni di kamp-kamp pengungsian.
4.      Periode Masa Waktu Penularan
Pada infeksi akut jarang ditemukan adanya bakteri pada tinja penderita.
5.      Faktor Lingkungan
Kebersihan dan kesehatan lingkungan memegang peran penting dimana wabah penyakit seringkali terjadi pada daerah kumuh dank amp pengungsian.
2.2.   Rantai Penularan Shigellosis
       Cara penularan penyakit ini dapat melalui beberapa cara, yaitu :
a.          Langsung
Fecal-oral transmission dari penderita atau carrier (tinja ke mulut). Hal ini umumnya terjadi jika tangan tidak dicuci dengan baik, terutama setelah menggunakan kakus atau menggantikan lampin, dan melalui kontak seksual.
b.         Tidak Langsung
Melalui vektor lalat rumah, seperti air, susu, makanan yang terkontaminasi oleh tinja penderita. Seseorang dapat mempunyai Shigella dalam tinjanya selama beberapa minggu dan tidak mengalami gejala, dan masih menularkan infeksi kepada orang lain.
2.3.   Usaha Pengendalian Shigellosis
       Tata laksana shigelosis sama dengan tata laksana diare pada umumnya, walaupun WHO (pada akhir tahun 1970 dan awal 1980) merekomendasikan trimetoprim sulfametoksazol sebagai pilihan utama Trimetoprim Sulfametoksazol sampai sekarang masih digunakan karena mudah didapat, harganya murah, aman untuk anak, dan tersedia dalam kemasan oral. Dari berbagai penelitian dilaporkan bahwa pemberian anti mikroba dapat mengurangi morbiditas, mengurangi lama sakit, penyebaran organisme, dan mencegah komplikasi sekunder, dan menurunkan angka kematian. Kehilangan cairan pada shigelosis tidak sehebat diare sekretori sehingga dehidrasi yang terjadi ringan dan dapat diatasi dengan pemberian cairan rehidrasi oral. Pemberian antimikroba disesuaikan dengan pola resistensi shigela di daerah tersebut karena beberapa penelitian melaporkan telah terjadi resistensi trimetoprim sulfametoksazol pada shigellosis. Laporan mengenai resistensi trimetoprim-sulfametoksazol dijumpai di Asia, Afrika, Amerika Tengah, dan Eropa. Terjadinya resistensi akan meningkatkan risiko epidemik shigelosis, tidak terkecuali di Indonesia. Untuk  menanggulangi  masalah ini pada Anak  Balita perlu dilakukan identifikasi faktor-faktor  risiko meliputi karakteristik  demografi  dan  status gizi anak balita,  sosiodemografi  ibu, higiene  perorangan  ibu, higiene dan sanitasi  tempat tinggal serta kualitas  sarana kesehatan  lingkungan badan,  dan jenis  kelamin)  dan  status  gizi  anak balita, pemberian  air susu  ibu  (ASI) eksklusif, status  ekonomi ibu,  pendidikan  ibu,  kebiasaan  cuci  tangan,  kepadatan hunian  rumah,  dan sarana air  bersih.
2.4.   Usaha Pencegahan Shigellosis
       Usaha-usaha pencegahan berupa perbaikan lingkungan hidup dan kebersihan individu meliputi :
1. Personal higienis.
2. Penyediaan fasilitas keperluan MCK yang memadai di setiap kamp pengungsian
3. Pengawasan dan pemeriksaan kesehatan berkala pada penghuni RS dan kamp  pengungsian.
     Penderita shigellosis harus tidak bekerja dan harus tidak menyiapkan makanan atau merawat orang lain sewaktu masih sakit. Anak-anak yang sakit, terutama yang memakai lampin, harus tetap tinggal di rumah dan tidak menghadiri penitipan anak selama 24 jam setelah diare telah berhenti. Anak-anak dan orang dewasa harus tidak berenang sampai diare telah berhenti. Orang yang bekerja sebagai pengendali makanan atau merawat anak-anak atau orang lanjut usia harus tidak kembali bekerja selama 48 jam setelah diare berhenti.
2.5.   Usaha Pemberantasan Shigellosis
      Zink sulfat merupakan cara yang tepat untuk pemberantasan shigellosis dimana dalam metode ini dilakukan terapi antibiotika untuk pasien dengan diare yang disebabkan oleh bakteri enterik patogen sehingga dapat memberikan perbaikan gejala klinis penderita diare. Mekanisme efek antidiare dari suplementasi zink sulfat sejauh ini dikaitkan dengan perbaikan absorbsi air danelektrolit di usus, regenerasi sel epitel usus dan pengembalian fungsinya, serta peningkatan mekanisme imunologi untuk mengatasi infeksi. Adapun cara lain untuk memberantas shigellosis  disarankan  untuk  meningkatkan status  gizi  balita  berdasarkan pola  makan  sesuai serta  kebutuhan  kalori sehari-hari,  memberikan secara  eksklusif  sedini  mungkin, dan  meningkatkan ekonomi  orang  tua  melalui upaya tidak  langsung.

BAB III
PENUTUP
3.1.   Kesimpulan
       Dari materi diatas, dapat disimpulkan bahwa shigellosis atau basiler disentri merupakan penyakit infeksi bakteri akut yang menyerang usus besar dengan gejala klinis seperti diare, demam, mual kadang-kadang muntah, mules serta sakit perut dan pada tinja penderita dijumpai ada darah, lender dan nanah. Masa inkubasi berkisar antara 1-7 hari (biasanya sekitar 1-3 hari) setelah eksposur. Cara penularan penyakit ini dapat melalui beberapa cara, yaitu : Langsung dan tidak langsung. Sehingga untuk pencegahannya dapat dilakukan personal higienis, penyediaan fasilitas keperluan MCK yang memadai di setiap kamp pengungsian serta pengawasan dan pemeriksaan kesehatan berkala pada penghuni RS dan kamp  pengungsian.





















DAFTAR PUSTAKA

Irianto, Koes.2014. Bakteriologi, Mikologi & Virologi. Bandung: ALFABETA.
Chandra, Budiman.2012. Kontrol Penyakit Menular. Jakarta: EGC
Zulkani, Akhsin.2011. Parasitologi. Yogyakarta: Nada Medika.


Tidak ada komentar:

Posting Komentar